ANALISIS PUISI “MEMBAKAR” DALAM
KUMPULAN PUISI “PATAH” KARYA RAHMAT JABARIL: SEBUAH KAJIAN FENOMENOLOGIS[1]
OLEH
INDRAWAN DWISETYA SUHENDI[2]
Puisi
sebagai sebuah ragam sastra tentu memiliki struktur yang teramat kompleks.
Untuk dapat membedah sebuah puisi diperlukanlah sebuah pisau analisis yang
tajam dan tepat. Ada banyak pisau analisis untuk membedah puisi, satu di
antaranya adalah fenomenologis. Pradopo menjelaskan bahwa “karya sastra itu tak
hanya merupakan satu sistem norma, melainkan terdiri dari beberapa strata
(lapis) norma. Masing-masing norma menimbulkan lapis norma di bawahnya”
(Pradopo, 2010:14). Kajian fenomenologis berusaha membedah puisi berdasarkan
lapisan atau norma yang ada dalam puisi tersebut.
***
BIOGRAFI RAHMAT JABARIL
Rahmat
Jabaril dilahirkan di Bandung pada 17 Agustus 1968. Dalam berkesenian beliau
memiliki konsep-konsep, yaitu pengkajian ulang kembali pada setiap persoalan
baik menyangkut politik, sosial, ekonomi, budaya, agama, maupun pada kesenian
itu sendiri (Jabaril, 2008:118). Beliau memiliki segudang aktivitas berkesenian
dan organisasi antara lain, ikut menempel poster “Gerakan Subuh Anti Soeharto”
(1985), mengikuti pameran baca puisi di Jalan Merdeka “Indonesia Setengah Tiang
untuk Arswendo (1990)”, mendirikan komunitas “Obrolan Malam” di Ciroyom (1985),
mendirikan komunitas kesenian “Gerbong” (1988), mendirikan komunitas kesenian
“Gerbong Bawah Tanah” (1993), mendirikan komunitas “Gerakan Masyarakat Seni
untuk Reformasi” (1998), bergabung bersama “Gerakan Seni untuk Menyelamatkan
Hutan Kota Babakan Siliwangi (2003), bergabung bersama “Gerkan Lingkungan Hidup
Bandung” (2005).
IDENTIFIKASI KUMPULAN PUISI “PATAH”
Judul : Patah
Karya : Rahmat
Jabaril
Penerbit : Ultimus
Editor : Hawe
Setiawan
Tahun terbit : 2008
Jumlah puisi : 102
puisi
Jumlah halaman : 120
halaman
ANALISIS FENOMENOLOGIS
Fenomenologi merupakan salah
satu metode penelitian dalam studi kualitatif. Kata fenomenologi
(Phenomenology) berasal dari bahasa
Yunani phainomenon dan logos. Phainomenon
berarti tampak dan phainen berarti
memperlihatkan. Sedangkan logos berarti kata, ucapan, rasio, pertimbangan.
Dengan demikian, fenomenologi secara umum dapat diartikan sebagai kajian
terhadap fenomena atau apa-apa yang nampak (Iksan,2011:2).
Analisis fenomenologis adalah sebuah pisau analisis
karya sastra yang mula-mula diperkenalkan oleh Roman Ingarden, seorang filsuf
Polandia. Analisis ini berusaha
membedah karya sastra berdasarkan norma-norma yang dimiliki karya sastra
tersebut. Norma-norma itu sebagai berikut.
(1).
Lapis bunyi (sound stratum);
(2).
Lapis arti (units of meaning);
(3).
Lapis dunia imaji pengarang;
(4).
Lapis dunia yang dilihat dari sudut pandang tertentu yang implisit;
(5).
Lapis metafisika.
DESKRIPSI DATA
Data
yang dipakai adalah puisi berjudul “Membakar” dalam kumpulan puisi “Patah”
karya Rahmat Jabaril. Analisis yang digunakan dalam puisi ini adalah analisis
fenomenologis yang berusaha mengungkap fenomena atau lapis-lapis dalam karya
sastra yang ada dalam puisi ini.
MEMBAKAR
Lengkap Bersenjata
berwajah garang
ksatria perkasa
siang malam
perjuangan terus berkobar
tanpa lelah tanpa batas
Walau kini dia tua
namun bayang tetap menyungkupnya
mencium tetes darah
keringat membasuh
tapak sejarah
Pak Aja pejuang’45
kini mengayuh becak
meniup luka di nafasku
meniup luka di dadaku
Membakar semangat
berontak!
Maret 1989
ANALISIS FENOMENOLOGIS PUISI “MEMBAKAR”
(1). Analisis Lapis Bunyi
Pada puisi ini terdapat deretan
bunyi-bunyi fonem sesuai dengan konvensi bahasa Indonesia. Eufoni menjadi bunyi
yang mendominasi pada puisi ini, efek dari eufoni adalah kombinasi bunyi yang
dianggap enak didengar. Bunyi eufoni yang mendominasi pada puisi ini berkaitan
dengan rasa puisi ini. Rasa yang timbul pada puisi ini adalah semangat yang
berkobar pada diri si aku. Untuk lebih memahami lapis bunyi pada puisi ini,
kita lihat analisis di bawah ini.
Larik
ke-
|
Teks
puisi
|
Bunyi
yang dihasilkan
|
|
Bait pertama
|
|
1.
|
Lengkap
Bersenjata
|
Asonansi : /a/ dan /e/
Likuida : /l/ dan /r/
Bunyi sengau : /ng/
|
2.
|
Berwajah
garang
|
Asonansi : /a/
Likuida : /r/
Bunyi sengau : /ng/
|
3.
|
Ksatria
perkasa
|
Asonansi : /a/
Likuida : /r/
|
4.
|
Siang malam
|
Asonansi : /a/
Bunyi sengau : /ng/
|
5.
|
Perjuangan
terus berkobar
|
Asonansi : /e/ dan /a/
Likuida : /r/
Bunyi sengau : /ng/
|
6.
|
Tanpa
lelah tanpa batas
|
Asonansi : /a/
Aliterasi : /t/
|
|
Bait kedua
|
|
7.
|
Walau kini dia
tua
|
Asonansi :/i/ dan /a/
|
8.
|
Namun bayang
tetap menyungkupnya
|
Asonansi : /a/
Bunyi sengau : /n/, /ng/ dan /ny/
|
9.
|
Mencium tetes
darah
|
Asonansi : /e/, /u/, dan /a/
Alitarasi : /t/
Bunyi sengau : /m/
|
10.
|
Keringat
membasuh
|
Asonansi : /a/ dan /u/
Likuida : /r/
Bunyi senagu : /m/
|
11.
|
tapak sejarah
|
Asonansi : /a/
Likuida : /r/
|
|
Bait ketiga
|
|
12.
|
Pak Aja
pejuang’45
|
Asonansi : /a/
Aliterasi : /p/
Bunyi sengau : /ng/
|
13.
|
Kini mengayuh
becak
|
Asonansi : /i/, /u/, dan /a/
Bunyi sengau : /ng/ dan /m/
|
14.
|
Meniup luka di
nafasku
|
Asonansi : /u/ dan /a/
Bunti sengau : /m/ dan /n/
|
15.
|
Meniup luka di
dadaku
|
Asonansi : /u/ dan /a/
Aliterasi : /d/
Bunyi sengau : /m/
|
|
Bait keempat
|
|
16.
|
Membakar
semangat
|
Asonansi : /a/ dan /e/
Bunyi sengau : /m/ dan /ng/
|
17.
|
berontak!
|
Asonansi ;/a/
Likuida : /r/
|
Hasil analisis penulis, bunyi
asonansi sangat mendominasi puisi ini. Bunyi asonansi /a/ hampir terdapat di
tiap larik puisi ini. Bunyi aliterasi dirasa kurang menonjol dalam puisi ini.
Bunyi sengau /ng/ dan /m/ cukup banyak terdapat dalam puisi ini sehingga menimbulkan
efek yang merdu bila dikombinasikan dengan bunyi asonansi.
(1.1). Pelbagai Istilah dalam
Analisis Lapis Bunyi
Eufoni : kombinasi
bunyi yang dianggap enak didengar
Asonansi : perulangan
bunyi vokal dalam deretan kata (purwakanti)
Aliterasi : pengulangan
bunyi konsonan dari kata-kata yang berurutan
Likuida : konsonan malaran apiko-alveolar yang menyerupai vokal,
yaitu [r] dan [l]
Bunyi
sengau : bunyi yg dihasilkan dengan keluarnya udara melalui hidung
Sumber : KBBI
Luar Jaringan Versi 1.3
(2). Analisis Lapis Arti
Dalam lapis kedua analisis
fenomenologis, yang kali ini akan dikaji ialah lapis arti kata atau gabungan
kata yang terdapat dalam puisi ini.
Kata
atau kumpulan kata
dalam
puisi “Membakar”
|
Arti
|
Bersenjata
|
Memiliki alat
pertahanan diri
|
Garang
|
Kuat, hebat,
dan galak
|
Ksatria
perkasa
|
Prajurit yang
kuat
|
Siang malam
|
Pergantian
waktu
|
Berkobar
|
Menyala-nyala
|
Tetes darah
|
Kucuran darah
|
Keringat
membasuh
|
Keringat yang
membasahi badan
|
Tapak sejarah
|
Peristiwa yang
benar terjadi
|
Pejuang ‘45
|
Seseorang yang
memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945
|
Berontak
|
Melawan
|
(3). Analisis Lapis Dunia Pengarang
Aku
(pengarang) dalam puisi ini menceritakan tentang seorang mantan pejuang ’45
yang kini menjadi tukang becak. Si aku ini juga digambarkan merasa tersentuh
dengan keadaan itu sehingga menimbulkan semangat dalam diri si aku. Semangat
yang berkobar dalam diri si aku menimbulkan sebuah ajakan pada orang lain, yaitu
ajakan untuk berontak. Puisi ini juga menggambarkan sosok si aku yang menyesali
keadaan yang membuat Pak Aja, seorang pejuang ’45 yang kini hidup sebagai
tukang becak. Meski sudah berusia lanjut Pak Aja tetap masih mengenang masa
lalunya sebagai seorang pejuang, meski kini hidupnya amat tidak dihargai oleh
pelbagai pihak. Keadaan ini membuat si aku mengumpulkan semangatnya yang mulai
terbakar untuk membuat hidup Pak Aja lebih layak. Si aku berusaha mengumpulkan
semangatnya untuk memberontak pada keadaan yang sangat menyesakkan nafas dan
dadanya.
(4). Analisis Lapis Dunia yang
Implisit
Pada
lapis ini digambarkan Pak Aja adalah representasi dari manusia yang dulu adalah
seorang yang berjasa bagi banyak orang, namun kini hidupnya mengenaskan. Hal ini
tergambar pada sosok Pak Aja. Sosok Aku yang bersemangat juga merupakan representasi
dari manusia yang sadar akan ketragisan hidup yang menimpa seseorang yang dulu berjasa
namun kini dilupakan. Dalam lapis ini sosok Aku adalah penggerak dalam menyadarkan
manusia lainnya untuk kembali menghargai sosok yang dulunya berjasa bagi banyak
orang namun jasanya sekarang dilupakan
(5). Analisis Lapis Metafisika
Pada
lapis ini terlihat sebuah ketragisan hidup manusia. Meskipun dahulu Pak Aja
adalah seorang pejuang, namun kini hidupnya hanya bergantung pada hasil kayuhan
becak saja. Inilah yang membuat si aku menjadi terbakar semangatnya dan
bermaksud memberontak pada keadaan tersebut. Namun, kembali kita berpikir bahwa
apabila si aku hanya berjuang sendiri tanpa bantuan pihak-pihak yang seharusnya
lebih layak untuk mengharga jasa pak Aja sebagai pejuang, maka sia-sialah
semangat si aku tersebut.
KESIMPULAN
Setelah
puisi “Membakar” ini dikupas dengan pisau analisis fenomenologis, didapatkan
kesimpulan bahwa analisis ini mempermudah kita untuk menganalisis puisi dari
norma atau lapis yang ada dalam puisi itu sendiri. Lewat analisis fenomenologis
pada puisi “membakar” ditemukan pelbagai hasil analisis, antara lain: (1).
Puisi ini didomonasi oleh asonansi /a/ yang berkombinasi dengan bunyi-bunyi
sengau dan liquid yang menghasilan orkestrasi efoni; (2). Puisi ini membuat efek semangat
dikarenakan perpaduan orkestrasi efoni;
(3). Puisi ini menceritakan tentang seorang pejuang yang hidup menjadi tukang
becak disaat usianya sudak tidak lagi muda dan hal ini menimbulkan rasa ingin
memberontak pada diri si aku; (4). Puisi ini menceritakan ketragisan hidup
manusia yang dulu berjuang membela bangsa, kini hidup sengsara menhadi tukang
becak.
DAFTAR PUSTAKA
Ikhsan, Manarul. 2011. Analisis Fenomenologis dalam Sajak Tilas Api Unggun Karya Soni Farid
maulana. Makalah Kajian Puisi Indonesia. Bandung.
Jabaril, Rahmat. 2008. Patah. Bandung: Ultimus.
KBBI Luar Jaringan Versi 1.3
Megasari, Jayanti. Analisis Fenomenologis dan Stilistika Puisi
“Bulan Biru” Dalam Antologi
Puisi “Mengukir Sisa Hujan” Karya Soni Farid Maulana. Makalah
Kajian Puisi Indonesia. Bandung.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2010. Pengkajian puisi. Yogyakarta. Gajah Mada University Press